Kajian Ma'rifatullah

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mengajarkan hamba-hamba-Nya apa-apa yang tidak dia ketahui, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan kehadirat Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman.

 Ma’rifatullah atau mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah fondasinya, karena bagaimana bisa syahadat dengan benar kalau kita tidak kenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau lisan kita bersyahadat tapi tidak kenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti tenaga untuk syahadatnya kurang. Pasti ada tuhan yang lain nanti di hatinya. Mungkin menuhankan harta, kedudukan, atau mempertuhankan dirinya sendiri :
 "Orang yang membangga-banggakan jerih payah dan perbuatannya, ketika gagal akan berkurang harapannya terhadap rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala".

 Sebagai orang yang belajar ilmu ma’rifatullah, maka janganlah kita mempunyai anggapan bahwa segala sesuatu yang telah kita raih itu semata-mata atas jerih payah sendiri.

 Hendaknya kita menghindari anggapan semacam itu. Karena jika kita terbiasa merasa bahwa keberhasilan hidup, kebahagiaan, rejeki yang melimpah, jabatan dan lain sebagainya itu semata-mata karena perjuangan kita, maka tentu mata hati akan tertutup dari kebenaran.

 Dampak dari membangga-banggakan jerih payah dan perbuatannya suatu saat jika kita menghadapi kegagalan dari jerih payah yang kita lakukan, maka yang timbul hanyalah penyesalan. Kita dapat menyalahkan diri sendiri, bisa juga menyalahkan orang lain, dan mungkin pula menyalahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, na'udzu billaahi min dzaalik.

 Manusia seringkali lupa bahwa di balik daya upaya dirinya itu ada Kekuatan Yang Maha Kuat. Kekuatan Yang Berkuasa dan menentukan harapan-harapannya. Jika mata hati kita tajam dan indra keenam cukup merasakan, maka kita akan melihat bahwa asal penyebab di balik jerih payah dan hasil yang kita dapatkan hanyalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

 Bagi orang yang telah memiliki ilmu ma’rifatullah, kehiduapan di duniaini dipandang oleh mata hatinya sebagai 'permainan'. Karena ia menganggapnya sebagai permainan, maka jika menemukan kegagalan, jiwanya tetap tegar. Jika mendapati kenikmatan atau keberhasilan, ia tak akan tinggi hati.

 Kebanyakan diantara manusia lupa diri. Mereka menganggap semua harapan itu dapat diraih dengan kekuatan usahanya sendiri. Karenanya jika ia telah dapat mencapai kenikmatan hidup, akhirnya jadi berbangga diri. Mereka mengingkari nikmat yang dirasakan. Mereka lupa bahwa yang menentukan hasil akhir dari jerih payahnya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tanpa campur tangan kekuasaan-Nya, tak mungkin dapat mencapai kenikmatan itu.

 Jika kita lupa bahwa takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sangat mempengaruhi jerih payah dan usaha kita, maka kita pasti kecewa ketika menemui kegagalan.

 Tetapi, jika kita sadar terhadap adanya penyebab kegagalan di balik usaha, maka kegagalan hanya sebagai peringatan guna memperkuat kesadaran dalam berkehendak.

 Laillaha ilAllah. Semakin bersih hati dari menuhankan siapapun selain Allah Subhanahu wa Ta’ala semakin bagus tauhidnya. Dia akan makin bahagia, makin tenang, makin gigih dalam berjuang, makin istiqomah, makin berubah ahklaknya menjadi lebih baik. Karena akhlak itu akan jadi baik berbanding dengan tingkat keyakinan.

 Bagaimana bisa shalat khusyu kalau tidak kenal Allah Subhanahu wa Ta’ala sedangkan orang yang khusyu itu kan kalau sudah kenal Allah Subhanahu wa Ta’ala khusyu-nya akan lebih mudah karena dia merasa diperhatikan, didengar dan dipersaksikan. Jadi fondasi dari segalanya adalah marifatullah.

 Kalau yakin Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mendengar, insya Allah dia terjaga kata-katanya. Makin tahu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui isi hati, dia tidak berani bersuudzhan kepada orang beriman. Makin yakin Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membagikan rezeki, makin tidak gentar menghadapi hidup ini. Makin yakin Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala rahasia, dia tidak berani bermaksiat secara sembunyi-sembunyi.

 Pokoknya yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akhlak berubah menjadi semakin lebih baik.

 Masalah kita, waktu untuk belajar tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala ini sepertinya bukan menjadi hal yang prioritas.

Padahal Al Qur'an sendiri, kata Imam Ibnu Taimiyyah, lebih banyak menyebut tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada tentang apapun. Ayat yang paling mulia yaitu Ayat Kursi (berbicara) tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Surat yang paling utama, surat Al Fatihah tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sepertiga Al Qur'an yakni surat Al Ikhlas itu juga tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi waktu kita untuk belajar tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat tidak sebanding dengan kesibukan kita.
 Jadi ini masalahnya, kita sering tidak serius dengan fondasi yang kita bangun, yakni ilmu mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala (ma’rifatullah), tentang yakin kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 Wallahu’alam bishawab.

Posting Komentar