Vaksin Polio tak Bersumber dari Babi

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banda Aceh menegaskan bahan vaksin polio tidak bersumber dari babi seperti yang dihebohkan di media sosial.

"Tidak benar vaksin polio bahannya bersumber dari babi. Ini harus diklarifikasi agar masyarakat tidak resah," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh Media Yulizar di Banda Aceh, Ahad (6/3).

Sebelumnya beredar informasi di media sosial bahwa bahan vaksin polio bersinggungan dengan babi. Vaksin ini akan diberikan kepada balita pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang digelar 8 hingga 15 Maret 2016.

Mengutip pernyataan Biro Komunikasi Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, kata Media Yulizar, disebutkan bahwa di media sosial beredar informasi di bungkusan vaksin polio bertuliskan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi."

 "Vaksin polio yang beredar di media sosial tersebut adalah vaksin jenis suntik. Sedangkan vaksin yang digunakan pada PIN 2016 ada vaksin tetes. Jadi, vaksinnya tidak bersumber dari babi," kata dia.

Media Yulizar menyebutkan, PIN Polio 2016 menggunakan vaksin dengan bungkus bertuliskan "Oral Polio Vaccine" produksi Biofarma, tidak ada tulisan apapun terkait bahan bersumber babi.

Pada Proses Pembuatannya Bersinggungan dengan Bahan Bersumber Babi”

“Pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi” adalah kalimat yang bisa kita jumpai pada kemasan beberapa merk vaksin tertentu. Ini merupakan salah satu regulasi yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. 

Karena kalimat inilah, sebagian orang menjadi ragu apakah vaksin tersebut menjadi halal digunakan ataukah tidak. Dan karena tulisan inilah, penggiat anti-vaksin menggunakannya sebagai senjata untuk menyatakan bahwa vaksin itu haram. Oleh karena itu, kita akan membahas secara lebih mendalam berdasarkan penjelasan para ulama terkait hal ini.

Bahan yang bersumber dari babi yang dimaksud adalah enzim tripsin babi (porcine-derived trypsin) yang memang digunakan selama proses produksi (pada step atau tahapan tertentu) vaksin polio dan beberapa jenis vaksin (tidak semua). Enzim ini harus “dibersihkan” atau “dihilangkan” sehingga tidak mengganggu tahapan proses produksi vaksin selanjutnya. Oleh karena itu, enzim tripsin TIDAK TERDAPAT dalam produk akhir vaksin yang diberikan kepada manusia. 

Enzim tersebut mengalami proses pemurnian (purifikasi) sehingga terpisah dari produk akhir vaksin.
Oleh karena itu, bisa dilihat dalam komposisi vaksin di atas (Gambar 1) bahwa vaksin polio hanya berisi virus polio tipe 1, 2, dan 3 yang telah mati (inactivated poliovirus), 2phenoxyethanol, dan formaldehyde.  

Vaksin jenis ini diberikan melalui suntikan (vaksin polio IPV). Tidak ada bahan atau unsur yang bersumber dari babi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Selain vaksin polio IPV, juga terdapat vaksin polio OPV yang diberikan melalui tetes di mulut. 

Vaksin OPV berisi virus polio yang dilemahkan (live-attenuated vaccines) dan dalam proses produksinya juga bersinggungan dengan bahan bersumber babi. Vaksin polio OPV inilah yang nanti akan digunakan dalam program PIN bulan Maret 2016 ini.

Majelis Ulama Indonesia atau MUI, sebut dia, secara resmi mendukung program imunisasi di Indonesia, termasuk PIN Polio 2016. Dukungan tersebut, tercantum dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Imunisasi.

Oleh karena itu, lanjut Media Yulizar, Dinas kesehatan Kota Banda Aceh mengajak masyarakat agar membawa anaknya usia nol hingga 59 bulan ke pon PIN terdekat untuk diberi vaksin polio.

"PIN Polio digelar untuk mencegah anak-anak tertular virus polio. Dengan imunisasi polio, anak-anak akan mendapat kekebalan dari virus polio," ungkap Media Yulizar.
Sumber : Antara

Posting Komentar